Bissmillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Sahabatku.. jika saja di hari ini ada jiwa yang tengah menggigil
digigit sunyi maka izinkanlah sejenak saja deretan kata sederhanaku
mengetuk hati dan mengalir memasuki jiwamu, menggugah dan mengalihkan
keluhan yang sempat terlintas di langit hatimu dan mengubahnya menjadi
untaian syukur, agar kita senantiasa berada dalam ridhoNya.
Wahai jiwa-jiwa yang tenang.. "Jangan 'kesendirian' membuatmu khawatir
tentang apa yang dipikirkan orang lain tentang pilihanmu". Segera
perbarui lagi niatmu, teguhkan kembali dan katakanlah bahwa kesendirian
itu adalah cerminan ketangguhan...dan kemenangan dalam memerangi gelora
nafsu di dadamu...
Katakan dengan lantang "Aku bahagia melihat iblis tidak lagi memiliki
celah untuk menjerumuskanku..". Agar kamu bahagia dalam kesendirianmu,
sebelum pilihan Allah menemuimu di ujung yang pasti nanti. Agar
kesendirian itu tidak sia-sia.. tidak kosong.. agar kesendirian itu
penuh makna.. dalam rangka terus mendekatkan diri kepada Allah yang
telah menebarkan cintaNya di hati-hati manusia, dalam gerimis dan
kabut-kabut yang dihembus awan.
Pahamilah.. jika rasa dan kekecewaan yang membelit jiwamu itu masih
berbekas dan menindih logikamu, segera ma'afkan dan relakan. Cinta yang
sesungguhnya tidak akan membutakanmu, tidak akan membuat telingamu tuli.
Tidak.. tidak akan pernah.
Cinta sejati adalah cinta yang senantiasa bersahutan.., berderu-deru
dalam gemuruh ombak.., beriak di gelisah lautan.., diam dalam
ketenangan.., indah dalam kesedihan.., nikmat dalam kekecewaan.. dan
tidak mati dengan kematian.. Cinta yang akan tetap indah, dan berbalas
meski terbagi miliyaran angka tak terbatas semesta.. Itulah cinta
Allah, arahkan cinta kita untuk meraih cintaNya.
Aku tahu, sendiri itu tidaklah seindah syair-syair yang kulukis. Ada
cerita tersembunyi dalam kesendirian yang tak siapapun mengingkari, ada
iri, ada euphoria dan khawatir. Aku tidak menyalahkanmu, aku hanya ingin
menawarkan sebuah obat untuk kekecewaan itu. Obat sederhana, yang
mungkin bosan terdengar di telingamu. Ya... kita sering mendengar
"Ikhlaskanlah..", tapi telinga kita tuli, tidak mendengar atau sedikit
saja memahami.
Ketahuilah, Allah telah menyediakan sepenggal kata ini untuk kita
pahami. Ikhlas adalah obat yang sangat tepat bagi semua macam bentuk
penyakit yang mengguncang tubuh maupun jiwa termasuk kegagalan dan
segala bentuk kekecewaan, bahkan kematian..
Maafkanlah, relakanlah dan arahkan kembali cinta itu. Karena belum
tentu, saat cinta manusia yang kamu kagumi itu akan melahirkan
kebahagiaan. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika Allah
mencintaimu.
Dari kesemua itu pesanku adalah "Jangan sampai kesendirianmu membuatmu
bersedih atau khawatir, padahal kamulah orang orang yang benar dan
berhati hati dalam mengarungi masa muda ini." Bangkit.. bangkitlah..
sayangi tubuhmu, sayangi hatimu. Tidak ada yang akan lebih peduli selain
dirimu. Bangkitlah.. segera temui Rabbmu di sana. Jangan biarkan
airmata mengering di wajahmu, segera basuh dengan air wudhu. Kita masih
merasa beruntung memiliki tempat mengadu dari segala kegelisahan. Dalam
shalat, benamkan wajahmu segera..!
Demikianlah sahabatku.. semoga renungan ini bermanfaat. Akhirnya
tulisan inipun kuakhiri dengan serinai SENYUM terkembang untukmu...
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Jumat, 28 Juni 2013
Selasa, 26 Maret 2013
Kisah Muthi'ah
Kisah “Muthi’ah”, Istri Solehah di zaman Rosulullah
"Siti Muthi'ah"
"FATIMAH
anakku, maukah engkau menjadi seorang perempuan yang baik budi dan
istri yang dicintai suami?" tanya sang ayah yang tak lain adalah Nabi
SAW. "Tentu saja, wahai ayahku"
"Tidak
jauh dari rumah ini berdiam seorang perempuan yang sangat baik budi
pekertinya. Namanya Siti Muthi'ah. Temuilah dia, teladani budi
pekertinya yang baik itu".
Gerangan
amal apakah yang dilakukan Siti Muthi'ah sehingga Rasulpun memujinya
sebagai perempuan teladan? Maka bergegaslah Fatimah menuju rumah
Muthi'ah dengan mengajak serta Hasan, putra Fatimah yang masih kecil
itu.
Begitu
gembira Muthi'ah mengetahui tamunya adalah putri Nabi besar itu.
"Sungguh, bahagia sekali aku menyambut kedatanganmu ini, Fatimah. Namun
maafkanlah aku sahabatku, suamiku telah beramanat, aku tidak boleh
menerima tamu lelaki dirumah ini."
"Ini Hasan putraku sendiri, ia kan masih anak-anak." kata Fatimah sambil tersenyum.
"Namun sekali lagi maafkanlah aku, aku tak ingin mengecewakan suamiku, Fatimah."
Fatimah mulai merasakan keutamaan Siti Muthi'ah।
Ia semakin kagum dan berhasrat menyelami lebih dalam akhlak wanita ini.
Lalu diantarlah Hasan pulang dan bergegaslah Fatimah kembali ke
Muthi'ah.
"Aku jadi berdebar-debar," sambut Siti Muthi'ah, gerangan apakah yang membuatmu begitu ingin kerumahku, wahai puteri Nabi?"
"Memang
benarlah, Muthi'ah. Ada berita gembira buatmu dan ayahku sendirilah
yang menyuruhku kesini. Ayahku mengatakan bahwa engkau adalah wanita
berbudi sangat baik, karena itulah aku kesini untuk meneladanimu, Wahai
Muthi'ah."
Muthi'ah
gembira mendengar ucapan Fatimah, namun Muthi'ah masih ragu. "Engkau
bercanda sahabatku? aku ini wanita biasa yang tidak punya keistimewaan
apapun seperti yang engkau lihat sendiri."
"Aku
tidak berbohong wahai Muthi'ah, karenanya ceritakan kepadaku agar aku
bisa meneladaninya." Siti Muthi'ah terdiam, hening. Lalu tanpa sengaja
Fatimah melihat sehelai kain kecil, kipas dan sebilah rotan di ruangan
kecil itu.
"Buat apa ketiga benda ini
Muthi'ah" Siti Muthi'ah tersenyam malu. Namun setelah didesak iapun
bercerita. "Engkau tahu Fatimah, suamiku seorang pekerja keras memeras
keringat dari hari ke hari. Aku sangat sayang dan hormat kepadanya.
Begitu kulihat ia pulang kerja, cepat-cepat kusambut kedatangannya.
Kubuka bajunya, kulap tubuhnya dengan kain kecil ini hingga kering
keringatnya. Iapun berbaring ditempat tidur melepas lelah, lalu aku
kipasi beliau hingga lelahnya hilang atau tertidur pulas"
"Sungguh luar biasa pekertimu, Muthi'ah. Lalu untuk apa rotan ini?"
Kemudian
aku berpakaian semenarik mungkin untuknya. Setelah ia bangun dan mandi,
kusiapkan pula makan dan minum untuknya. Setelah semua selesai, aku
berkata kepadanya: "Oh, kakanda. Bilamana pelayananku sebagai istri dan
masakanku tidak berkenan dihatimu, aku ikhlas menerima hukuman. Pukullah
badanku dengan rotan ini dan sebutlah kesalahanku agar tidak kuulangi"
"Seringkah engkau dipukul olehnya, wahai Muthi'ah?" tanya Fatimah berdebar-debar.
"Tidak
pernah, Fatimah. Bukan rotan yang diambilnya, justru akulah yang
ditarik dan didekapnya penuh kemesraan. Itulah kebahagiaan kami
sehari-hari".
"Jika demikian, sungguh
luar biasa, wahai Muthi'ah. Sungguh luar biasa! Benarlah kata ayahku,
engkau perempuan berbudi baik." kata Fatimah terkagum-kagum.
Langganan:
Postingan (Atom)
Pemilu 2019 Di Desa Simpur Kab. HSS
Hari ini Rabu, 17 April 2019... Pertama kalinya dalam sejarah demokrasi di Indonesia, pemilu dilaksanakan serentak memilih...

-
Bissmillahirrahmanirrahim Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sahabatku.. jika saja di hari ini ada jiwa yang tengah menggi...
-
Setelah dua bulan berlalu, baru aja kepikiran buat nulis ini.. -_- Barakallah untuk Madrasah tercinta, tempat saya menuntut ...
-
Hari ini Rabu, 17 April 2019... Pertama kalinya dalam sejarah demokrasi di Indonesia, pemilu dilaksanakan serentak memilih...