Ada seorang murid yang dipandang pantas untuk segera menamatkan di sekolah kehidupan ini. Pemuda tersebut cerdas, memiliki komitmen, visi dan semangat juang yang tinggi. Namun sayang, dia mengalami kesulitan berbicara alias gagu. Ketika sang guru menawarkan kepadanya untuk segera 'turun gunung' dalam rangka menjalankan tugas dakwah, pemuda ini pun langsung mengelak. Dia merasa belum pantas dan masih terlalu muda. Bagaimana mungkin ia yang masih relatif muda mampu memberitakan kebenaran kepada penduduk desa tempat ia tinggal, apalagi dia mengalami gangguan berbicara.
Sambil tersenyum, guru ini meminta di pemuda untuk menuliskan apa yang dirasakannya ketika sang guru memberikan potongan mangga yang asam ke mulut pemuda tersebut, ia pun menulis "asam". Lalu ia memberikan potongan pepaya yang manis ke mulutnya, ia pun menulis "manis". Kemudian, sang gurupun mengajak pemuda tersebut melihat bagaimana ia memberikan kedua potongan makanan tersebut kepada burung beo miliknya. Ketika potongan mangga yang asam diberikan kepada burung beo ini, burung beo ini pun bertiak, "Asam ... asam ...!" Lalu, burung beo tersebut diberikan potongan pepaya yang manis, dan kembali burung beo tersebut berteriak dengan suara keras, "Asam ... asam ...!".
Guru tersebut mengatakan bahwa kebenaran bukan sesuatu yang harus dihapalkan dan di ucapkan saja. Karena seseorang lebih mempercayai kebenaran melalui tingkah laku dari pada hanya ucapan-ucapan yang indah. Kebenaran harus diyakini benar dan kemudian taat kepada semua syariat-Nya.
Siapakah di dunia ini yang lahir tanpa kekurangan? Jawabannya, tidak ada! kalaupun manusia melihat ada yang begitu sempurna, pada dasarnya ia belum sempurna karena mungkin ada kekurangan yang masih ditutupi agar tidak terlihat oleh lingkungannya. Rasanya tidak pas jika ada yang mengklaim bahwa manusia memiliki potensi yang tidak terbatas, sebab hanya Allah sendiri yang tidak terbatas. Ketika Allah berkehendak untuk menghentikan napas kehidupan seseorang maka segala kelebihan yang ada pada manusia pun akan sirna. Namun langkah yang terpenting adalah, bagaimana kita menerima keberadaan diri dan melihat potensi diri yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut.
Jadi, mulai saat ini, lakukan perbuatan baik dan positif yang bisa dilakukan sekecil apapun. Tutup mulut untuk keluh-kesah, upayakan senantiasa bersyukur, serta lakukan inventarisasi kelebihan dan kekurangan diri. Dengan sering mengucapkan syukur dan merenungkan makna kehidupan, kita akan semakin menyadari bahwa sebenarnya setiap diri kita berharga dan istimewa di mata Sang Pencipta kalo kita mau memberikan kebaikan pada orang lain. Akhirnya pemuda ini pun dengan yakin dan semangat untuk segera 'turun gunung'.